Membaca Tiga Puisi Chairil Anwar
MALAM
Mulai kelam,
belum buntu malam,
kami masih saja berjaga
-- Thermopylae --
-- jagal tidak dikenal? --
tapi nanti sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam
hilang
Chairil Anwar - 1945
DALAM KERETA
Dalam kereta
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo....., makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sayatan terus ke dada.
Chairil Anwar, 15 Maret 1944
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Chairil Anwar - 13 November 1943
Mulai kelam,
belum buntu malam,
kami masih saja berjaga
-- Thermopylae --
-- jagal tidak dikenal? --
tapi nanti sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam
hilang
Chairil Anwar - 1945
DALAM KERETA
Dalam kereta
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo....., makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sayatan terus ke dada.
Chairil Anwar, 15 Maret 1944
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
Chairil Anwar - 13 November 1943
Comments