Teh Pagi Aku Mana?

Assalamualaikum,

Kadang saya bingung sendiri kenapa saya yang masih single ini seringkali menjadi tempat beberapa teman untuk berkonsultasi masalah marriage and relationship. Lah saya nikah aja belom kok. Pacaran lama yo terus akhire bubyaarr. Terus saya juga baru tahu ada teman yang sudah menikah dan dicurhati kemudian malah merujuk untuk minta saran dari saya. Yasalam...

"coba kamu tanya Lalak deh, dia kalo ngomong suka tua"

Saya mungkin harus mempertimbangkan untuk membuat line konsultasi dan menerapkan biaya konsultasi secara profesional. #preet!!!

Baru-baru ini saya mendapatkan curhatan mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini bukan merupakan hal yang baru bagi saya. Kekerasan verbal yang pada akhirnya membuat korban merasa kerdil atau kekerasan fisik yang mungkin lukanya tidak seberapa, namun trauma yang disebabkan juga bisa menimbulkan banyak efek psikologis, atau bisa juga kekerasan dengan luka yang cukup untuk di visum dan dilaporkan ke pihak berwajib.

Hal yang terakhir menjadi hal yang baru bagi saya, sepanjang sejarah saya sebagai penyedia kuping dan mulut bawel. Saat mendengarkan cerita ini, saya speechless. Korban sendiri yang akhirnya menyadarkan kepanikan saya bahwa dia akan segera melakukan visum dan mencari pengacara. Saat itu beberapa tetes air mata saya jatuh. Bagaimana bisa?

Bagaimana bisa seorang lelaki yang bertekad dan berjanji di depan seluruh keluarga, perwakilan negara dan Tuhan untuk membahagiakan seorang perempuan sampai hati menyakiti perempuan yang diakuinya dia cintai??

Bagaimana bisa seorang lelaki yang berani datang meminang seorang perempuan dengan cara yang baik dan santun bisa sedemikian kejam dan kasar?

Saya tahu akan selalu ada alasan. Selalu ada pembenaran atas apapun yang dilakukan. Entah si perempuan tidak bisa diatur, entah perempuan ini kenapa kenapa entahlah. Tapi kenapa sampai fisik yang dilukai? Apakabar duduk bersama dan berbicara?

Sepagian ini saya mencoba mengerti dan menemukan beberapa alasan kenapa seorang lelaki merasa berhak melakukan kekerasan atas perempuan.

Penyebab KDR

Penyebab KDRT adalah:
  • Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara
  • Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun
  • KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri
  • Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan

Baiklah mari senam diafragma terlebih dahulu, tarik nafas dalam hitungan delapan kali. Bolehlah mengumpat, dasar lelaki!!! 

Lelaki yang merasa lelaki dan perempuan tidak dalam posisi setara jelas adalah seorang lelaki yang lahir dari batu. Elo pikir yang ngelihirin elo bukan perempuan???!!! Memang benar lelaki dan perempuan tidak dalam posisi setara, jelas posisi perempuan harus lebih tinggi dari posisi laki-laki!

Laki-laki lebih kuat? Coba disuruh menstruasi sekali, sunat aja pake anastesi! HIH!!!

Coba para perempuan mogok masak, mogok nyuci, mogok ngurusin rumah tangga, nggak usahlah ikut-ikut bertindak kejam, menurut elo aja deh! #KZL

Kekeliruan terhadap ajaran agama merupakan upaya putus asa lelaki untuk melakukan pembenaran atas ketidakmampuan dia. Ketidakmampuan mengendalikan diri dan ketidakmampuan untuk mengerti keadaan. Pelaku KDRT yang membawa agama sebagai pembenaran tentu tidak pernah menyadari, nabi Muhammad SAW tidak pernah berlaku kasar terhadap musuhnya, apalagi istrinya.  Surat an nisa yang menyatakan untuk memukul istri itu harus dilakukan denga cara yang halus. Ndak pake rotan!

Sudah sudah. Mari lupakan alasan dan sebagainya, jika benar-benar sampai terjadi kekerasan, sekali saja, langsung pergi. Kemudian lakukan visum dan hubungi pihak yang berwajib.

Berikut upaya pemenuhan hak-hak korban KDRT yang saya copas dengan membabi buta dari wikipedia. 

Upaya pemenuhan hak-hak korban KDRT[sunting | sunting sumber]

Upaya-upaya dalam pemenuhan hak-hak korban KDRT harus diakui kehadiran UU PKDRT membuka jalan bagi terungkapnya kasus KDRT dan upaya perlindungan hak-hak korban. Dimana, awalnya KDRT dianggap sebagai wilayah privat yang tidak seorang pun diluar lingkungan rumah tangga dapat memasukinya. Lebih kurang empat tahun sejak pengesahannya pada tahun 2004, dalam perjalanannya UU ini masih ada beberapa pasal yang tidak menguntungkan bagi perempuan korban kekerasan. PP No. 4 tahun 2006 tentang Pemulihan merupakan peraturan pelaksana dari UU ini, yang diharapkan mempermudah proses implementasi UU sebagaimana yang tertera dalam mandat UU ini.
Selain itu, walaupun UU ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku KDRT, ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau denda terasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban, bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban meninggal. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukum pidana dan penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis diluar diri korban guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam rangka mengungkapkan kasus KDRT yang menimpanya.

Jangan pernah takut untuk membuka cerita tentang kekerasan yang dialami dalam rumah tangga. Masyarakat saat ini lebih terbuka dan banyak solusi yang bisa diberikan. Dan cobalah berhenti bersikap tidak perduli, hal ini bisa terjadi pada siapa saja, bahkan orang terdekat kita. Mari berusaha untuk lebih perduli, perhatian sekecil apapun bisa sangat berarti.

Ini ada link ke web Komnasperempuan, buat referensi lebih lanjut, dan ada kumpulan artikel mengenai kekerasan dalam rumah tangga.




Comments

Popular posts from this blog

Pendakian Raung 3344 mdpl Via Kalibaru

Review : Melawat Ke Timur : Menyusuri Semenanjung Raja-raja

Bukan Pasar Malam, Bukan Kejutan Biasa