Pertanyaan
Kurang lebih dua minggu terakhir
ini, menjadi minggu yang amat melelahkan baginya. Jika fisik yang lelah, ia
bisa tidur, pergi ke salon langganan untuk cream bath, atau makan yang banyak.
Yang jadi masalah adalah ketika tidak ada aktivitas fisik yang berlebih tapi ia
selalu merasa kelelahan luar biasa.
Jadwal mingguannya untuk yoga
bisa sejenak meredakan rasa lelah fisik dan mental. Dia akan merasa segar
sesaat dan ketika kembali menghadapi dirinya sendiri, rasa lelah dan jenuh yang
tidak jelas itu datang lagi. Nafas terasa berat dan semua terasa tidak nyaman.
Dia bohong jika bilang rasa lelah
itu tidak jelas dari mana asalnya. Belakangan ia mencemaskan kesehatan kedua
orang tuanya. Mereka tidak lagi muda dan ia berjarak 87 km dari mereka. Ketika
mendadak mamanya mengabarkan tekanan darah mereka berdua, bapak dan mamanya,
naik sampai 150/90 dan 140/90 ia cukup kaget. Bapak dan mama jarang jajan.
Berasal dari keluarga dengan riwayat penyakit bawaan membuat mereka
berhati-hati terhadap apapun yang mereka makan. Meski sesekali jajan, sebagian
besar makanan yang mereka konsumsi dimasak sendiri oleh sang mama.
Awalnya ia masih bisa merasa
tenang dan berjanji akan pulang akhir pekan nanti. Bapak dan mama menyambut
seperti biasa. Bapak mengeluh agak pusing tapi masih bisa bercanda. Yang membuat
ia kepikiran adalah ketika adzan dan bapak tidak bergegas ke musola. Ini aneh. Kemudian
mama dan bapak mengajaknya jamaah di rumah dan barulah ia tahu penyebabnya. Bapak
mengimami mereka sambil duduk. Vertigo. Penyakit lama bapak kambuh lagi
ditambah dengan tekanan darah yang meninggi.
Ada yang mengganggu mereka. Dan
ia tahu salah satunya.
Mereka memikirkan anak perempuan
satu-satunya, yang terpisah 87 km dari mereka, dan belum juga menikah. Lelaki
terakhir yang mereka tahu mengantar jemput si anak perempuan, menemani
kondangan, pergi ke gunung, pergi melayat dan bakti sosial memiliki keyakinan
yang berbeda. Selebihnya mereka tidak tahu.
Mereka adalah orang tua terbaik
yang bisa dimiliki oleh seorang anak perempuan. Jika sampai mereka bertanya
siapa pacarnya sekarang, itu artinya mereka baru saja didesak oleh kakak-kakak
sang bapak. Dan bahkan ketika hal ini semakin mengganggu mereka, tidak juga
mereka bertanya.
Sejak remaja, keputusan besar selalu
diserahkan ke tangan si anak perempuan itu sendiri. Memilih kampus, memilih
jurusan, memilih lelaki yang tidak mereka sukai tapi tetap diterima di keluarga
dengan sebaik-baiknya, memilih pekerjaan. Mereka memberi pertimbangan, tapi keputusan
penuh ada ditangannya. Dan mereka hanya minta ia untuk bertanggung jawab. Dan
hanya itu yang terus ingin ia buktikan seiring waktu berjalan.
Mereka tidak pernah
mempertanyakan keputusan selain mendukungnya. Begitu juga dengan sekarang.
Mereka ingin ia menikah atas pilihannya sendiri. Dengan siapapun yang ia mau
dan kapanpun ia merasa siap. Mereka orang tua terbaik yang bisa seorang anak
perempuan punya dan justru itu yang membuat rasa bersalahnya semakin menjadi.
Perkara pernikahan si anak
perempuan bukan satu-satunya yang meresahkan mereka, ada banyak hal yang lain
yang juga mereka risaukan, tapi menyadari hal ini urung jua membuat ia lebih
tenang. Kelelahan itu terus merongrong. Dia jadi selalu ingin pulang. Ingin
dekat dengan sang mama. Ingin bersandar ke bapak. Ingin terus memastikan bahwa
mereka baik-baik saja, meski ia belum jua tahu kapan ia mampu memberi jawaban
untuk pertanyaan itu. Dia hanya ingin dekat mereka.
Saya hanya ingin dekat dengan
mereka.
Sepanjang hidup kita terus
dihantui dengan pertanyaan-pertanyaan. Jodoh adalah salah satu pertanyaan yang
ada diluar kuasa kita. Yang percaya atau tidak, tidak sesederhana itu. Jika Allah
belum berkehendak, jika memang belum waktunya, sekeras apapun kita berusaha,
sesiap apapun kita, ya nggak bakal bisa. Yang terbaik yang bisa kita lakukan
hanyalah melakukan bagian yang kita bisa. Dan biarkan kuasa Allah bekerja.
Begitu saja.
Comments